SEJARAH SEBAGAI SENI

Perhatikan gambar yang terdapat di dalam kotak ini!

Pertanyaan pengarah :

1.      Apa yang kamu pikirkan jika melihat gambar di atas?

2.      Ambil alat tulismu, dan lanjutkan gambar tersebut di atas sesuai dengan apa yang terbersit dalam pikiranmu? (sebelum selesai, jangan melangkah ke pertanyaan berikutnya !).

3.      Cermati hasil kerjamu dan pikirkan apa yang membuat kamu dapat meneruskan gambar tersebut?

Kata kuncinya adalah ; isanijami (baca secara terbalik).

 

Saat sejarah di tulis, ada beberapa hal yang dilakukan sejarawan dalam  menuliskannya, agar sejarah yang dia tampilkan mampu menggugah pembaca dan merasa benar-benar ada di masa sejarah yang ia tuliskan, yaitu memahami aspek-aspek yang sejarawan soroti. Bagaimana caranya ya?

 

1.      Imajinasi, seperti saat kamu menyelesaikan gambar di atas, demikian juga sejarawan bekerja. Ia mencoba membangun kehidupan dari penggalan-penggalan mozaik yang tersisa. Mozaik itu bisa berupa karya arkeologis seperti artefak, cerita lisan atau bangunan-bangunan, yang kadang-kadang dari peninggalan yang ada tersebut tak ada seorang pun yang dapat menjelaskan apa itu sesungguhnya. Dengan menggunakan imajinasinya, penulis sejarah menggali penggalan penggalan mozaik tersebut dengan beragam pertanyaan penuntun. Apasih ini? Untuk apa gunanya? Siapa yang membuatnya?

2.      Intuisi ; data sejarah adalah data mati  tanpa pemaknaan. Tugas sejarawanlah untuk memaknainya, sebagai seseorang yang hidup jauh dari masa data itu tercipta dan barangkali tidak mengalaminya sendiri, maka ilham atau intuisi sangat diperlukan, seperti halnya seorang seniman. Data mati itu dibuat menjadi indah, seolah hidup dengan beragam pemaknaan didalamnya. Bedanya dengan karangan fiksi adalah, sejarah tetap menjadikan data sebagai kajian analisa intuisinya.

3.      Emosi ; pada zaman romantic ( akhir abad ke 18 – awal 19 ) sejarah dianggap sebagai cabang sastra. Artinya menulis sejarah harus melibatkan emosi, ini dimaksudkan agar pembaca sejarah seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa masa lalu yang dihadirkan. Sejarawan menaruh empati, yaitu menyatukan perasaan dengan objeknya. Namun meskipun ditulis dengan melibatkan emosi, penulis sejarah harus tetap setia pada fakta yang ada.

4.      Gaya bahasa ;gaya bahasa dalam penulisan sejarah bukan berarti harus berbunga-bunga, tetapi gaya bahasa yang menghadirkan detil, sebagai seniman pelukis, sejarawan adalah pelukis naturalis.

Pos ini dipublikasikan di Kelas X, umum dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar